Jumat, 14 November 2008

KAWASAKI SYNDROME

Sekitar 1 bulan yang lalu kami mendapatkan seorang anak laki-laki, usia 4 tahun, masuk perawatan dengan keluhan panas tinggi selama 4 hari. Saat hari ke 5 panas kami tegakkan diagnosa Sindrom Kawasaki berdasarkan gejala klinis yang tampak, kami konsultasikan ke ahli jantung anak dan telah mendapatkan terapi sampai si anak sembuh. Selama hampir 3 tahun berpraktek sebagai spesialis anak, ini adalah kasus ke 2 yang kami temukan.

Kawasaki syndrome atau sindrom Kawasaki diidentifikasi pada tahun 1961 oleh seorang dokter spesialis anak di Jepang, Dr. Tomisaku Kawasaki. Sejak tahun 1967 penyakit ini telah menyerang lebih dari 120.000 anak di Jepang dan telah menyebar ke lebih dari 40 negara. Di Indonesia sendiri penyakit ini masih jarang dilaporkan, atau jarang terdiagnosis. Diduga penyakit ini telah menyerang anak-anak di Indonesia kira-kira 5000 anak/tahun.

Sindrom Kawasaki adalah penyakit panas lebih atau sama dengan 5 hari dan ditandai dengan minimal 4 kumpulan gejala dari 5 gejala berikut ini:

- Injeksi konjungtiva bilateral (mata merah)

- Perubahan mukosa mulut: eritema (kemerahan), lidah strawberi, bibir pecah2

- Perubahan pada ujung ekstremitas: edema (bengkak), eritema, periungual desquamation.

- Rash

- Limfadenopati servikal (pembesaran kelenjar leher)

Selain gejala tersebut didapatkan pelebaran pembuluh darah koroner jantung, yang dapat dibuktikan dengan pemeriksaan echocardiography.

Penyakit lebih sering pada anak usia kurang dari 5 tahun, jarang pada usia di atas 8 tahun.. Penyakit tidak berakibat fatal, dan self limited. Keterlambatan diagnosis penyakit ini meningkatkan risiko terjadinya kerusakan pembuluh darah koroner, yang tentunya dapat menurunkan kualitas hidup si anak. Suatu saat bisa saja terjadi serangan infark miokard. Sampai tahun 1998 di Amerika Serikat penyakit ini menjadi penyebab utama penyakit jantung didapat (non congenital) pada anak-anak. Penyebab penyakit ini masih belum jelas, diduga penyakit ini disebabkan oleh hipersensitifitas tubuh (antibodi) terhadap antigen toksin dari bakteri.